Menjalani masa mengasingan di Ende dari tanggal 14 Januari 1934 sampai 18 Oktober 1938, Bung Karno menyisakan berbagai jejak bersejarah. Inilah jejak-jejak sejarah Bung Karno di Ende :
Situs Rumah Bung Karno :
Terletak
di jalan Perwira, Kelurahan Kotaraja Kecamatan Ende Utara (Kota Ende). Bangunan
situs ini merupakan bekas rumah atau tempat tinggal Bung Karno dan keluarga semasa pembuangan/ pengasingan di Ende oleh
Pemerintah Hindia Belanda tahun 1934-1938 yang masih dijaga,
dirawat dan
dipertahankan keasliannya oleh Pemerintah Kabupaten Ende. Lokasi ini berjarak
kurang lebih 1 km dari pusat
Semua
barang koleksi milik Bung Karno masih tersimpan dengan baik di dalam museum ini
seperti : foto keluarga, foto pribadi Bung Karno, barang keramik, dua buah
tongkat berkepala monyet, fulpen ukuran besar, piring nasi, cerek air minum,
besi seterika, alat gantungan pakaian, lemari pakaian, tempat tidur besi,
lukisan- lukisan dan masih banyak barang koleksi lainnya.
Di
dalam Situs Rumah Bung Karno juga terdapat tempat sujud/ruang semedi dan tempat
sembahyang/sholat yang selalu digunakan oleh Bung Karno bersujud kepada Tuhan
Yang Maha Esa untuk memohon bantuan bagi Perjuangan Kemerdekaan bangsa
Indonesia hingga membekas di lantai. Dan di belakang museum Bung Karno terdapat
sebuah sumur dengan kedalaman 12 mtr yang digunakan oleh Bung Karno untuk
mandi, cuci dan minum serta wudhu. Konon air sumur ini dipercaya mempunyai
khasiat untuk menyembuhan berbagai penyakit dan bisa membuat orang menjad awet muda.
Gambar : Situs rumah pengasingan Bung Karno di Jl. Perwira-Ende
(tampak samping) setelah direnovasi
Gambar : Situs rumah pengasingan Bung Karno di Jl. Perwira-Ende
(tampak samping) sebelum direnovasi
Gedung Imaculata
Sebuah
bangunan gedung tua yang sering di gunakan oleh Bung Karno untuk mementaskan
drama/ tonil hasil tulisannya selama masa pembuangan di Ende. Lokasi bangunan
gedung ini terletak di jalan Kathedral
yang berjarak kurang lebih 1 km dari pusat kota Ende. Dokter Syaitan merupakan salah
satu sandiwara hasil garapan yang dipentaskan dan dilakoni oleh masyarakat
lokal yang juga merupakan rekan seperjuangan Bung Karno. Suatu upaya
pencerdasan masyarakat disamping membangkitkan rasa kebersamaan dan
Nasionalisme lewat dunia seni. Sesuatu yang dapat membangun kesadaran, mencetus
opini bahwa kemauan dan kreativitas tak akan pernah dapat dipadamkan oleh
intimidasi dan kondisi terbelenggu.
Makam Ibu Amsi (Ibu mertua Bung Karno)
Merupakan
makam Ibu mertua Bung Karno (Ibu Inggit Gunarsih) atau yang lebih dikenal
dengan nama Ibu Amsi yang ikut menemani
Bung Karno selama menjalani masa pembuangan/ pengasingan di Ende dari
tahun 1934 - 1938. Makam ini terletak di sebuah kompleks pemakaman keluarga
pejuang kemerdekaan dari Ende Bharanuri yang berada di wilayah Kelurahan
Rukun Lima Kecamatan Ende Selatan dengan jarak sekitar 1,5 km dari pusat kota . Lokasi ini dapat
ditempuh dengan semua alat transportasi yang ada. Sebuah realitas yang
memperkuat anggapan bahwa sebuah perjuangan menuntut pengorbanan dan pejuang
sejati rela mengorbankan segalanya.
Pohon Sukun Tempat Permenungan Bung Karno
Sebatang
pohon Sukun dengan lima cabang, terletak kira-kira 150 meter dari pantai Ende
dan sebelah barat Lapangan Pancasila merupakan tempat dimana Bung Karno setiap
sore, selepas sholat Azhar menghabiskan waktu untuk duduk merenung dalam
keheningan malam. Diyakini gagasannya yang cemerlang akan Falsafah Negara
Pancasila terlahir dalam proses permenungannya di bawah pohon Sukun ini. Dan
ini diakui sendiri oleh Presiden Soekarno pada saat kunjungan kerja ke Ende
tahun 1955. Pohon sukun yang menjadi naungan Bung Karno saat itu telah tumbang
di tahun 60-an karena termakan usia dan sekarang adalah pohon kedua yang
ditanam kembali sebagai duplikat untuk mengenang tempat Bung Karno merenungkan
Dasar Negara dan pohon ini tumbuh subur dengan lima cabang yang diyakini oleh
masyarakat Ende sebagai perwujudan ke-lima sila dari Pancasila. Dan untuk
memperkuat fakta ini, Pemerintah Kabupaten Ende membangun Monument Pancasila
yang terletak di persimpangan antara Jl. Kelimutu, Jl. El Tari, Jl. Gatot
Subroto, jalan masuk Bandara Haji H. Aroeboesman dan Jl. Achmad Yani (yang lebih dikenal
dengan nama Simpang Lima).