Featured Post

Danau Kelimutu dan Pesona 3 Warna Air yang Dilihat dari Langit

Keindahan Danau Kelimutu membuat banyak orang ingin ke sana. Tapi memang tidak mudah mencapai puncak gunung Kelimutu untuk menatap keind...

Tuesday, September 27, 2016

Pesta Sambut Baru, Momentum Kebanggaan Rohaniah

Dalam bulan September sampai Oktober ini, suasana kota Ende (dan juga hampir seluruh wilayah kabupaten Ende, dan juga Pulau Flores) diramaikan dengan selebrasi rohaniah, yakni Pesta Sambut Baru. Bagi umat Katolik, Sambut Baru mendapat tempat tersendiri untuk dirayakan secara meriah. Sambut Baru merupakan sebutan lain bagi Komuni Pertama, dimana dalam tradisi gerejani merupakan salah satu sakramen yang wajib diterima seluruh umat orang per orang.

Dalam tradisi gereja katolik, terdapat lima sakramen yang dapat diterima setiap insan katolik, yakni sakramen Permandian (Baptis), sakramen Ekaristi, sakramen Krisma, sakramen Perkawinan, dan sakramen Minyak Suci. Tiga sakramen pertama merupakan sakramen wajib bagi umat katolik, sedangkan dua sakramen lainnya yakni sakramen Perkawinan dan Minyak Suci tergantung pada kesempatan setiap orang untuk menerimanya. Ada lagi satu sakramen lainnya, yakni sakramen Imamat, yang hanya didapatkan oleh mereka yang melayakan dirinya untuk melayani Tuhan baik sebagai Pastor atau Romo.



Kecuali sakramen Minyak suci, hampir semua sakramen lainnya dirayakan secara meriah oleh umat yang menerimanya. Untuk warga pulau Flores secara keseluruhan, yang paling meriah dirayakan adalah penerimaan pertama sakramen Ekaristi atau lazim disebut Sambut Baru atau juga Komuni Pertama. Jika pada sakramen Permandian, seseorang dimeterai sebagai pengikut kristus (masuk sebagai seorang Katolik), maka pada sakramen Ekaristi, seorang umat katolik dinyatakan layak mengikuti Perjamuan Kudus, yang selalu dilakukan pada setiap perayaan Ekaristi (Misa). Ekaristi merupakan perjamuan yang dibuat pertama kali oleh Yesus Kristus (Isa Almasih) malam sebelum Ia disalibkan. Selanjutnya dijadikan sebagai tradisi gerejani yang kuat dengan landasan teologis. Itulah mengapa ketika seseorang dilayakan mengikuti sakramen ini, merupakan sebuah kebanggaan yang luar biasa, yang antara lain diwujudkan dengan pesta atau perayaan yang meriah. Umat katolik di Flores menjiwai ini dengan mengundang kerabat, sahabat  kenalan untuk bersama merayakannya dalam tajuk "Pesta Sambut Baru".


Entah sejak kapan tradisi merayakan Pesta Sambut Baru ini dimulai, yang pasti masih berlangsung hingga kini, baik umat yang tinggal di perkotaan maupun di pelosok pedesaan.
Telah berbagai upaya dilakukan, atau berbagai wacana dihembuskan untuk menghentikan atau setidaknya mengurangi tradisi ini, baik oleh kalangan tokoh gereja sendiri, maupun oleh kalangan umat tertentu, namun hingga kini, masih saja umat merayakannya dengan meriah. Sebagian kalangan mulai mengadakan perayaan secara sederhana, sebagian lainnya mengkompensasi keinginan anaknya (untuk berpesta) dengan berwisata atau dengan hadiah tertentu.

Secara internal, gereja lokal pun mulai mengatur jadwal penerimaan Sambut Baru yang sebelumnya dilakukan serentak dalam satu Kevikepan, diubah dari satu Paroki ke Paroki lainnya, atau dari satu Stasi ke Stasi lainnya. Atau dengan mengubah hari penerimaan Sambut Baru, dari yang biasanya hari Minggu ke hari lainnya tanpa kepastian waktu dengan tujuan agar persiapan pesta terkendala kepastian waktu penerimaan Sambut Baru. Berbagai upaya itu mungkin hanya berdampak sesaat (satu musim Sambut Baru), namun pesta tetap terjadi lagi di tahun-tahun berikutnya.

Sebagian kalangan terpelajar mulai mengkritisi korelasi antara pesta-pesta yang sering diadakan ini dengan kemiskinan di NTT. Sambut Baru adalah salah satu seremoni bernuansa rohani yang pasti diadakan setiap tahun, selain perayaan lainnya. Selain Sambut Baru, umat juga merayakan secara meriah untuk momentum Pernikahan, Permandian, atau Imamat (Pentahbisan Baru).

Terlepas dari polemik dampak negatif yang mungkin ditimbulkannya, ternyata Pesta Sambut Baru memberikan warna tersendiri baik dari sisi kebanggaan rohaniah, maupun dari sisi sosial, yakni ajang "Silaturahmi" atau saling berkunjung diantara umat katolik, atau dengan umat agama lainnya. Dalam acara ini, tuan pesta mengudang seluruh kerabat, sahabat kenalan untuk datang ke rumahnya, bersalaman dengan si anak yang menerima komuni pertama. Inilah momentum "Silaturahmi" itu, momentum dimana semua orang bisa bertemu dalam suasana kekeluargaan.

Jika diamati dari perilaku warga Katolik, antara perayaan hari besar keagamaan seperti Paskah atau Natal dengan Sambut Baru, maka terdapat perbedaan yang cukup menyolok. Ketika perayaan Paskah atau Natal, tidak banyak orang yang saling berkunjung satu sama lain. Ini terlihat secara jelas pada suasana lalulintas kendaraan, terutama di kota. Kebanyakan orang hanya bersalaman sesaat setelah selesai perayaan Misa (Misa Paskah atau Natal) di halaman gereja. Dan juga, hanya mengirim ucapan selamat Paskah atau Natal via SMS kepada rekan kerja atau keluarganya, walaupun tinggalnya berdekatan. Jarang dilakukan saling kunjung dalam perayaan ini. Kalau pun ada kunjungan rumah, paling hanya dilakukan oleh bawahan terhadap atasan, atau oleh rekan kerja yang beragama lain.  
Suasana ini sangat berbeda ketika perayaan Sambut Baru, dimana lalulintas sangat padat oleh kendaraan orang yang saling berkunjung satu sama lain.

Itulah mengapa Sambut Baru memberi warna tersendiri bagi warga yang merayakannya. Tidak saja sebagai seremoni rohaniah, ia ternyata juga mengakrabkan hubungan antar warga, kerabat, sahabat atau kenalan. Entah sampai kapan tradisi ini berlangsung. Salam..
=====







Booking.com