Di pasaran lokal Ende Lio, kita bisa mendapatkan Moke dalam
3 kelas kualitas dengan harga yang berbeda. Untuk Moke kelas I, yang masyarakat
setempat menyebut “DW” dapat dibeli dengan harga Rp. 30.000,-/botol. Untuk Moke
kelas II, dapat dinikmati dengan harga Rp. 20.000,- sampai Rp. 25.000,-/botol. Dan
untuk Moke kelas III dapat dinikmati dengan menyediakan uang sejumlah Rp.
15.000,-/botol.
Bagaimanakah cara pembuatannya?
Moke biasa dibuat dari nira yang berasal baik dari pohon
kelapa, gebang, maupun enau (Aren). Kebanyakan Moke di Ende Lio dibuat dari nira yang
berasal dari pohon Aren yang tumbuh liar di hutan-hutan dan lahan-lahan
penduduk. Cara membuatnya yaitu diawali dengan mengumpulkan nira yang ditampung
dalam bambu-bambu yang diikat pada bagian bunga pohon kelapa atau Aren. Nira
ini diperoleh dari tetesan irisan bunga kelapa atau Aren. Nira segar di pagi
hari sangat terasa manis dan nikmat. Dari nira ini, lalu dapat dibuat
Moke dengan kadar alkohol yang berbeda-beda yang juga membedakan kelas mutu dan
harganya.
Nira yang diambil dari pohon kelapa atau Aren tersebut kemudian
ditampung dalam satu wadah, disaring, lalu dimasak untuk dijadikan Moke.
Proses pembuatannya merupakan sebuah proses yang disebut
penyulingan, dengan menggunakan peralatan – peralatan tradisional yang
dirangkai menjadi satu peralatan pemasakan dan penyulingan. Peralatan masak dan
penyulingan ini terdiri dari Tungku perapian, Periuk tanah, dan rangkaian Bambu.
Tungku perapian berfungsi sebagai tempat melakukan pembakaran/pemasakan nira.
Periuk tanah berfungsi sebagai wadah pemasakan nira, dan rangkaian bambu
sebagai wadah pengembunan.
Untuk membuat rangkaian bambu diperlukan dari jenis
bambu betung (bambu besar), dan bambu lokal lainnya. Rangkaian bambu dipasang
mulai dari mulut periuk tanah, lalu disambung dengan bambu-bambu yang berukuran
lebih kecil, yang diarahkan ke tempat penampungan Moke yang dihasilkan. Semakin
panjang rangkaian bambu, maka kualitas Moke yang dihasilkan akan semakin baik. Sebelum
dirangkaikan, tentunya bambu-bambu tersebut dilubangi/ ditembusi pada bagian
ruas-ruasnya agar uap air dapat mengalir melewati bambu, menuju tempat
penampungan.
Setelah nira dimasukan kedalam periuk tanah, lalu ujung
bawah bambu besar (bambu betung) dipasang rapat pada mulut periuk tanah. Biasanya
rangkaian ini sudah statis, dan tidak bisa dibongkar pasang, yaitu dimulai dari
peletakan periuk tanah pada tungku api, sambungan dari mulut periuk tanah ke
bambu, dan dari bambu ke bambu lainnya.
Selanjutnya dilakukan pembakaran/pemasakan nira secara terus menerus hingga terjadi penguapan, dan nira yang ada di dalam periuk tanah menjadi habis karena penguapan. Secara otomatis, uap yang terbentuk akan melewati rangkaian-rangkaian bambu ini, mengalami proses pendinginan, dan pengembunan. Cairan hasil pengembunan keluar pada ujung rangkaian bambu di sisi lain, lalu ditampung dalam wadah tersendiri (jerigen atau wadah lainnnya). Cairan tampungan ini yang disebut Moke (arak) dengan kualitas yang khas.
Untuk mendapatkan hasil Moke dengan kualitas yang semakin
baik, maka terhadap cairan Moke yang ditampung pada proses pemasakan pertama
ini dapat dilakukan proses pemasakan lagi (berulang) dan penampungan lagi
cairannya. Dengan dilakukan pengulangan sebanyak 3 sampai 4 kali, kita sudah
bisa mendapatkan Moke berkualitas nomor 1. Moke yang dihasilkan dari pemasakan
dan pengembunan sebanyak satu kali, biasa diperoleh Moke dengan kualitas kelas III,
dan Moke dengan proses pemasakan sebanyak 2 kali bisa diperoleh Moke
berkualitas II.
Demikian
sekilas cara membuat Moke, sebuah minuman tradisional Ende Lio yang cukup
terkenal dan banyak digemari. Semoga bermanfaat...
=========