Featured Post

Danau Kelimutu dan Pesona 3 Warna Air yang Dilihat dari Langit

Keindahan Danau Kelimutu membuat banyak orang ingin ke sana. Tapi memang tidak mudah mencapai puncak gunung Kelimutu untuk menatap keind...

Saturday, November 7, 2015

Minimnya Sentuhan Budidaya Membuat Produksi Perkebunan Kabupaten Ende Belum Optimal Dicapai

Berdasarkan temuan dan pengamatan di lapangan, sebagian besar petani perkebunan lahan kering di Kabupaten Ende belum menerapkan pola Budidaya yang semestinya. 

“Kita belum bisa disebut membudidayakan tanaman ketika belum memberikan sentuhan-sentuhan budidaya seperti pemupukan,
penyiangan, pemangkasan cabang, pemberantasan hama atau penyakit tanaman, dan lain-lain. Disebut budidaya atau membudidayakan, berarti bukan cuma menanam saja, tapi juga memeliharanya dengan baik. Kebanyakan petani pekebun kita membiarkan tanamannya hidup secara liar setelah jenis tanaman tersebut ditanam di lahannya. Setelah ditanam, petani tidak pernah atau sangat jarang mengunjungi kebunnya, dan melakukan sentuhan-sentuhan budidaya pada tanamannya. Karena perhatian yang sangat terbatas ini, wajar saja jika tanaman perkebunan kita belum dapat memberikan hasil yang optimal”. Demikian dikatakan Yosef R. Tongo Kota, S.Hut., Kepala Bidang Sumber Daya Manusia dan Teknologi Dinas Kehutanan dan Perkebunan Kabupaten Ende, ketika memberikan sambutan mewakili Kepala Dinas Kehutanan dan Perkebunan Kabupaten Ende pada acara pembukaan Pelatihan Pengendalian Hama Kakao dan Kopi di desa Detuwulu Kecamatan Maurole pada tanggal 3 November 2015.




Lebih lanjut dikatakan, “Di sisi lain, pola pertanian atau perkebunan kita yang cenderung menggunakan pola jenis yang heterogen (heterokultur) dalam satu lahan yang sama, memang disatu sisi memberikan jaminan keberlanjutan pendapatan petani, namun di sisi yang lain, mempersulit petani itu sendiri dalam melakukan pemeliharaan tanamannya. Keuntungan pola heterokultur adalah ketika satu jenis tanaman belum berbuah atau menghasilkan, maka petani memperoleh pendapatan dari jenis tanaman lain yang telah berbuah, karena memang musim berbuah atau berproduksi dari setiap jenis tanaman berbeda-beda. Contohnya, ketika jambu Mente belum berbuah, maka petani bisa mendapat uang dari menjual kopi atau kakao, atau kemiri yang telah musim berbuah di kebun yang sama. 

Kelemahan pola heterokultur, adalah selain pada penerapan pola usaha tani intensif per jenis tanaman yang relatif sulit dilakukan, juga dalam hal pendataan luas areal tanaman perkebunan sebagai basis data untuk mendatangkan investor. Hal ini diperparah dengan penerapan jarak tanam yang tidak ideal dan terkesan asal ditanam oleh petani kita. Mengapa hal ini bisa terjadi? Ada dua faktor yang memberikan kontribusi mengapa pola heterokultur ini masih terjadi hingga kini. 

Pertama, karena kesalahan pemerintah sendiri ketika memberikan bantuan anakan kepada petani, anakan jenis tanaman perkebunan diberikan begitu saja kepada petani tanpa dipersiapkan satu areal atau hamparan lahan yang khusus bagi tanaman tersebut. Petani hanya dibagi-bagikan anakan saja, tanpa tahu dimana anakan itu akan ditanam. Akibatnya petani asal menanam saja, bukan di kebun atau areal yang dikhususkan untuk tanaman tersebut (sistim monokultur), juga tanpa ada jarak tanam yang ideal. Ada yang menanam di kebun, ada yang di sela-sela halaman rumahnya, di sekitar kandang ternaknya, dan sebagainya. 

Kedua, yakni keterbatasan pengetahuan dan ketrampilan petani itu sendiri. Ini terjadi karena masih sangat kurang pendidikan-pendidikan teknis yang dilakukan bagi petani. Diklat petani yang dilakukan Dinas Kehutanan dan Perkebunan Kabupaten Ende di desa Detuwulu ini  merupakan diklat angkatan ke 4 atau angkatan terakhir dari keseluruhan kegiatan Diklat Petani dan Pelaku Agribisnis yang dilaksanakan oleh Bidang Pengembangan SDM pada Dinas Kehutanan dan Perkebunan Kabupaten Ende. Sebelumnya, telah dilakukan diklat yang sama di desa Randoria (kecamatan Detusoko), desa Nida (kecamatan Detukeli), dan desa Maubasa Timur (kecamatan Ndori). Padahal desa di Kabupaten Ende ini ada 200 an lebih, dan didominasi oleh desa dengan basis masyarakatnya adalah petani lahan kering. 

Kegiatan pelatihan petani 4 angkatan ini dilakukan berdasarkan usulan masyarakat sendiri melalui musrenbang (terakomodir dalam Pides/Pikel). Terkesan masyarakat petani kita hanya lebih mengutamakan untuk mengusul pembangunan/peningkatan jalan, drainase, irigasi, bantuan anakan, dan sebagainya yang semuanya usulan fisik. Usulan yang berkaitan dengan non fisik seperti pengembangan sumber daya manusa petani itu sendiri sangat jarang”.

Pada kesempatan sambutan itu juga, diberikan saran kepada Kepala desa dan masyarakat petani di desa Detuwulu untuk benar-benar memanfaatkan dana ADD (Alokasi Dana Desa) yang nilainya cukup besar, secara efektif dan efisien, sesuai kebutuhan masyarakat desa. Bila perlu, dialokasikan juga anggaran dari ADD tersebut untuk mengatur atau merencanakan tata ruang desa yang lebih baik. Selama ini tata ruang desa belum pernah disentuh. Padahal setiap pembangunan fisik mesti dilandasi tata ruang. Alangkah baiknya jika usulan penggunaan dana ADD dalam pembahasan-pembahasan internal desa dilakukan berbasis tata ruang desa yang telah dibuat. Atas analisis tata ruang ini, desa bisa membuat program-program atau kegiatan jangka pendek, jangka menengah dan jangka panjang, yang tentunya sesuai dengan karakter wilayah dan sosial budayanya. Tata ruang desa yang dibuat, tentunya mengacu pada tata ruang kabupaten yang sebelumnya telah dibuat.

Untuk areal tanaman perkebunan (pertanian lahan kering), pelan tapi pasti, kita perlu kembali menata atau membagi-bagi lahan kita dengan mengalihkan dari pertanian heterokultur ke pola pertanian monokultur. Tentunya dana ADD antara lain dapat digunakan untuk penataan areal perkebunan ini. Misalnya, ada areal yang khusus untuk tanaman kakao, ada yang khusus untuk tanaman kopi, khusus kemiri, khusus jambu mente, khusus pala, dan sebagainya. Juga areal untuk melepas ternak atau khusus untuk beternak. Selain akan terlihat sangat indah dan tertata baik, juga mempermudah dalam penerapan pola budidaya intensif, memudahkan pendataan areal tanaman, dan berdampak baik bagi kunjungan wisatawan.

Berdasarkan laporan Ketua Panitia Pelatihan, kegiatan Pelatihan Pengendalian Hama Kakao dan Kopi ini diikuti oleh 30 orang petani yang semuanya berasal dari desa Detuwulu, desa yang terkenal menghasilkan Moke berkualitas ini. Pelatihan dilaksanakan selama dua hari yakni tanggal 3-4 November 2015, berlangsung di aula kantor desa. Dalam penyajian materi pelatihan oleh instruktur yang semuanya berasal dari Dinas Kehutanan dan Perkebunan Kabupaten Ende, lebih diperbanyak pada praktek-praktek di lapangan dibanding teori di kelas. 

Selain berkaitan dengan pengendalian hama dan penyakit, juga diberikan pengetahuan-pengetahuan lainnya terkait budidaya kedua jenis tanaman ini, yakni teknik sanitasi kebun yang baik, karena sanitasi kebun berpengaruh bagi terjadinya serangan hama dan penyakit tanaman. Selain itu juga diberikan tambahan pengetahuan mengenai cara pemupukan, dan pembentukan pohon/cabang pohon (cabang produktif) kakao dan kopi agar dapat berproduksi optimal.







Booking.com