Dua pria tegap berdiri saling
berhadapan. Yang satu memegang cambuk siap menyerang, lainnya siap mengambil
gerakan menangkis. Di dahului dengan nyanyian seorang pemuda satu kelompok yang
menantang seorang pemuda lainnya dari kelompok lawan. Tantangan itu disambut
senandung dari kelompok sebelah. Pemuda dari kelompok yang ditantang maju
dengan gerakan tarian. Tangan, kepala dan kakinya bergerak seirama lagu yang
dimainkan.
Ctaarr!!...., suara cambuk menyalak mengenai tubuh pria di depannya. Luka memerah pun terlihat pada bagian tubuh yang terkena cambukan tersebut. Pemuda sebelah balas mencambuk. Tapi sang lawan pandai berkelit, serangannya cuma membentur tameng. Sekali lagi, ctaaarr!!.... kali ini serangan si pemuda yang terluka mengenai sasaran. Anehnya, tidak tampak rasa kesakitan pada wajah keduanya, meski sabetan cambuk begitu kerasnya. “hahahaha....”, justru gelak tawa dan sorak sorai membahana mengiringi adegan menegangkan tersebut.
Itulah tari Caci, sebuah tarian
perang khas suku Manggarai (salah satu suku besar yang mendiami pulau Flores, Provinsi
Nusa Tenggara Timur), yang melambangkan kepahlawanan dan keperkasaan. Tarian
ini memang melibatkan dua orang pria. Jika yang satu bertindak sebagai
penyerang, maka yang lainnya harus bertahan atau menangkis serangan. Biasanya
terdapat dua kelompok yang saling berhadapan dengan beranggotakan masing-masing
delapan orang. Meskipun saling cambuk menjadi bagian dari tarian ini, namun
diantara kedua kelompok tersebut tidak meninggalkan perasaan dendam baik selama
maupun setelah tarian ini ditampilkan.
Caci adalah permainan rakyat
Manggarai yang biasa dilakukan pada upacara-upacara adat atau upacara
kenegaraan. Kata “Caci” sendiri
berasal dari kata “Ca” yang artinya “Satu” dan “Ci” yang berarti “Uji”.
Jadi “Caci” diterjemahkan sebagai “menguji ketangkasan satu lawan satu”.
Menurut kepercayaan masyarakat
Manggarai, bagian tubuh penari Caci yang terkena cambuk akan menjadi penanda
penting. Jika bagian punggung yang terkena cambuk, itu berarti panen akan
menjanjikan. Darah yang keluar dari luka cambukan, merupakan persembahan kepada
leluhur untuk kesuburan tanah. Meskipun awalnya tarian Caci dilakukan sebagai
wujud rasa syukur atas keberhasilan panen, namun dalam perkembangannya, Caci juga
biasa ditampilkan pada saat upacara pembukaan lahan baru, upacara penyambutan
tamu, dan saat perayaan hari kemerdekaan Republik Indonesia.
Hanya pria pilihan
Tidak semua orang Manggarai layak
menjadi penari atau peserta Caci. Selain harus pria, persyaratan lainnya adalah
mahir mencambuki lawan, terampil menangkis serangan, berbadan atletis, luwes
dan lincah dalam melakukan gerakan tari, juga harus bisa menyanyikan syair-syair
lagu setempat selama memainkan tarian tersebut. Permainan Caci ini juga dapat
dijadikan sebagai pengalaman berharga bagi para anggota suku Manggarai,
terutama dalam mengendalikan emosi dan perasaan dendam. Maklum, meski saling mencambuk,
tata krama dan sopan santun dalam gerakan di arena tetap diperhatikan dan
dilaksanakan. Para pemain saling memberi hormat sebelum dan setelah beradu.
Meskipun bukan merupakan jenis
gerakan bela diri, Caci juga memiliki beberapa ketentuan dalam melakukannya,
yaitu hanya diperbolehkan menyerang bagian tubuh lawan dari perut hingga
kepala, sedangkan bagian perut ke bawah tidak diperkenankan. Terkadang,
mengenai mata pun menjadi hal yang biasa.
Dalam penuturan para orang tua
Manggarai, di masa lalu, pernah beberapa penari Caci bahkan mengalami kondisi beke atau rowa yang parah, seperti biji mata yang jatuh ke tanah, akibat
terkena cambukan. Para tetua adat meyakini, jika terjadi kondisi demikian, ini
disebabkan oleh sikap si petarung (pemain Caci) sendiri yang melupakan adat,
atau tidak menghormati tradisi, atau melanggar ketentuan-ketentuan adat.
Sebelum Caci dilangsungkan,
dipanjatkan nyanyian atau yang disebut sebagai kelong, sebagai panggilan kepada arwah para leluhur. Saat kelong dilantunkan (yang diikuti dengan
tandak atau danding), maka Caci harus dilaksanakan. Kelong selalu menyatu dengan Caci. Tidak ada kelong tanpa Caci, atau sebaliknya.
Asal mula tarian Caci
Masyarakat Manggarai percaya
dengan asal mula tarian Caci ini. Dikisahkan para tetua adat, bahwa, pada jaman
dahulu kala, ada dua orang kakak beradik berjalan bersama seekor kerbau milik
mereka melintasi padang rumput. Pada sebuah tempat, si adik tida-tiba
terjerumus ke dalam sebuah lubang, yang membuat sang kakak panik dan
mengusahakan berbagai cara untuk menarik adiknya keluar. Tidak ada yang bisa
dilakukan sang kakak saat itu, selain dengan menyembelih kerbau miliknya untuk
diambil bagian kulitnya sebagai alat untuk menarik sang adik. Upaya tersebut
akhirnya berhasil, dan sang adik dapat diselamatkan. Untuk merayakan kejadian
itu, mereka menciptakan permainan Caci sebagai wujud rasa kasih sayang.
Penghargaan terhadap pengorbanan
si kerbau ditunjukan dari beberapa aksesoris yang dipakai pada permainan Caci.
Jika diperhatikan, pakaian yang dikenakan para pemain Caci memang terlihat unik
dan menarik. Mereka mengenakan celana panjang berwarna putih polos, dipadu
dengan kain songket yang dipakai dari pinggang hingga lutut. Bagian tubuh
sebelah atas dibiarkan telanjang, sebab bagian tubuh tersebut dijadikan sebagai
sasaran bagi serangan lawan. Pada bagian kepala, para penari mengenakan panggal (topeng) yang bentuknya
menyerupai tanduk kerbau. Panggal
memang terbuat dari kulit kerbau yang mengeras yang dihiasi dengan kain warna
warni. Panggal akan menutupi sebagian
muka yang sebelumnya sudah dibalut dengan handuk atau destar sebagai pelindung.
Sementara itu, penari yang berperan sebagai ta’ang
(penangkis serangan) dibekali nggiling
(perisai) yang juga terbuat dari kulit kerbau yang dikeringkan dan berbentuk
bundar. Ia juga memegang agang atau tereng (sejenis busur yang terbuat dari
bambu dan rotan yang berjalin dan dibentuk melengkung serupa busur). Aksesoris
tersebut dilengkapi pula dengan lonceng–lonceng kecil atau giring-giring yang
diikatkan pada bagian pinggang dan pergelangan kaki, yang menimbulkan
bunyi-bunyian gemerincing saat penari Caci memainkan gerakan-gerakannya.
Itulah Caci, sebuah keunikan
tradisi suku Manggarai yang diwariskan secara turun temurun dari satu generasi
ke generasi lainnya.
Tari Caci Dalam Gambar :
Pesona Wisata Manggarai Barat :
|
Reservasi Hotel di Labuhan Bajo :
|
Pesona Wisata Manggarai Timur :
|
|
Pesona Wisata Ende :
|