Sistim Sosial
Asal-Usul
Penelusuran
sejarah mengatakan bahwa penduduk pertama di pulau Flores adalah manusia Wajak,
yang muncul ±
40.000 tahun yang lalu. Setelah zaman glasial, ± 4.000 tahun yang lalu, ketika
Nusa Tenggara terpisah dari Asia daratan, terjadi lagi migrasi dari Asia ke
selatan.
Kelompok imigran
itu adalah manusia Proto Malayid, yang berasal dari Yunan dan pedalaman
Indochina. Mereka itu mendiami Flores bagian barat dan tengah. Secara fisik
mereka memperlihatkan ciri-ciri manusia melanisoid, nigroid papua dan austroloid.
Kelompok Detro Meloyid yang datang kemudian menetap di Indonesia bagian timur,
termasuk pulau Flores.
Menurut Dr.
Joseph Glinka, seorang pakar antropologi ragawi, yang membuat studi mengenai
manusia NTT, Ata Lio di Flores Tengah merupakan penduduk Flores yang tertua,
karena mereka mendiami bagian paling tengah pulau Flores. Ata Lio bertetangga dengan Ata
Ende, yang tinggal di bagian barat. Antara keduanya tidak terdapat hubungan
genealogis.
Ata Lio juga berdekatan dengan Ata Nagekeo di bagian barat dan dengan Ata Sikka di bagian timur. Ata Lio itu terdiri dari empat suku
besar, yaitu : suku Ungga di utara,
suku Seko di selatan, suku Siga Ria di Barat, dan suku Lise di Timur. Ditinjau dari segi letak
tempat tinggal, Ata Moni kiranya
termasuk dalam suku Seko.
Di desa Koanara,
yang merupakan pusat kekuasaan wilayah Moni, terdapat empat kelompok besar yang
mengklaim diri sebagai keturunan Moni. Kisah Moni itu sendiri sebenarnya cukup
kontroversial. Setiap kelompok mempunyai versinya sendiri-sendiri tentang
moyang pengasalnya itu. Ada kelompok yang mengatakan bahwa Moni itu seorang
laki-laki. Kelompok lain mengatakan bahwa Moni itu seorang wanita. Yang lain
mengatakan bahwa Moni itu seorang manusia ganjil, yang memiliki dua kaki, tapi
juga dua badan dan dua kepala. Badan yang satu adalah laki-laki, dan badan
lainnya adalah wanita.
Keempat kelompok
yang ada sekarang, muncul sejak zaman anak-anak Elu, keturunan Moni, kurang
lebih generasi ke sembilan. Elu mempunyai lima orang anak. Versi lain mengatakan
enam. Mereka itu adalah : Laka Elu
(laki-laki), Wangge Elu (laki-laki), Kombo Elu (wanita), Ngelu Elu (wanita), Koli Elu
(laki-laki), dan Fode Elu (wanita).
Kelompok yang
berpengaruh hingga sekarang adalah kelompok keturunan Laka Elu, Wangge Elu dan Kombo Elu, yang bertempat tinggal di kampung Koanara, dan kelompok Ngelu
Elu yang bertempat tinggal di
Watugana. Namun, kelompok keturunan Wangge
Elu yang berada di Koanara dan Ngelu Elu di Watugana, sesungguhnya bukan keturunan asli dari kedua tokoh itu.
Dikatakan bahwa, kelompok Wangge Elu
yang berada di kampung Koanara sesungguhnya adalah suku Ndito (datang dari Ndito),
yang ditawan oleh Wangge Elu di
Koanara, karena mendapat kekuasaan dari Wangge
Elu. Wangge Elu menyerahkan
kekuasaan itu dengan maksud membendung Ata
Lise yang mau merampas tanah Moni.
Tentang kelompok keturunan Ngelu Elu di kampung Watugana, dikatakan bahwa nenek moyang mereka yang sebenarnya adalah Rega Lombo, yang datang dari pantai Ende. Rega Lombo ini kemudian diangkat menjadi Ria Bewa oleh keturunan Moni, karena jasanya menyembuhkan salah seorang tokoh penting dalam suku Moni. Keempat kelompok tersebut bernaung hanya dibawah dua rumah adat, yaitu di Sa’o Ndito atau Sa’o Gereja, yang mana merupakan tempat berhimpun kelompok keturunan Ndito/Wangge Elu dan kelompok keturunan Laka Elu, sedangkan kelompok keturunan Kombo Elu dan Lombo/Ngelu Elu bernaung dibawah Sa’o Moni atau Sa’o Kupu Kana.
Tentang kelompok keturunan Ngelu Elu di kampung Watugana, dikatakan bahwa nenek moyang mereka yang sebenarnya adalah Rega Lombo, yang datang dari pantai Ende. Rega Lombo ini kemudian diangkat menjadi Ria Bewa oleh keturunan Moni, karena jasanya menyembuhkan salah seorang tokoh penting dalam suku Moni. Keempat kelompok tersebut bernaung hanya dibawah dua rumah adat, yaitu di Sa’o Ndito atau Sa’o Gereja, yang mana merupakan tempat berhimpun kelompok keturunan Ndito/Wangge Elu dan kelompok keturunan Laka Elu, sedangkan kelompok keturunan Kombo Elu dan Lombo/Ngelu Elu bernaung dibawah Sa’o Moni atau Sa’o Kupu Kana.
Baca Juga :