Kantor Asisten Residen (Sekarang lokasi Rumah Jabatan Wakil Bupati) |
Terbentuknya Onderafdeeling Ende
Setelah
Belanda secara resmi berkuasa di pulau Flores dan dibentuknya onderafdeeling Ende pada tanggal 1 April
1915 yang tertuang dalam Indisch
Staadblad No. 743,
selanjutnya Pemerintah Belanda mulai mengatur administrasi pemerintahan di wilayah Ende. Usaha yang dilakukan dimulai dengan mempersatukan kerajaan-kerajaan kecil menjadi beberapa kerajaan besar yang diperintah oleh seorang raja yang berpengaruh, yaitu sebagai zelfbestuurder berdasarkan korte verklaring dari ratu Belanda, Wilhemina. Zelfbestuurder merupakan raja yang otonom yang memerintah kerajaannya sesuai dengan adat istiadat, namun tetap diawasi oleh seorang pegawai Belanda yaitu controleur atau gezaghebber.
selanjutnya Pemerintah Belanda mulai mengatur administrasi pemerintahan di wilayah Ende. Usaha yang dilakukan dimulai dengan mempersatukan kerajaan-kerajaan kecil menjadi beberapa kerajaan besar yang diperintah oleh seorang raja yang berpengaruh, yaitu sebagai zelfbestuurder berdasarkan korte verklaring dari ratu Belanda, Wilhemina. Zelfbestuurder merupakan raja yang otonom yang memerintah kerajaannya sesuai dengan adat istiadat, namun tetap diawasi oleh seorang pegawai Belanda yaitu controleur atau gezaghebber.
Menurut
ARN. J.H. Vsn Velden dalam bukunya yang diterbitkan tahun 1914, di onderafdeeling Ende terdapat 20 kampung,
dan yang utama yaitu di Ambugaga.
Sedangkan penduduknya selain penduduk setempat juga terdapat orang Makasar,
Bugis, dan orang-orang dari pulau-pulau sekitarnya, termasuk para hamba sahaya
atau budak yang dirompak atau dibeli dari Sumba. Orang-orang yang tinggal di
daerah pantai beragama islam, sedangkan yang tinggal di gunung dikatakan masih
kafir (Velden, 1914: 28-29).
Kondisi Penduduk
Van
Suchtelen mengungkapkan bahwa pada tahun 1917, di seluruh wilayah onderafdeeling Ende yaitu Tanah Rea, Ende, Ndona, dan Tanah Kunu V, penduduknya berjumlah
68.653 jiwa. Penduduk di ibukota Ende sendiri berjumlah 19.687 jiwa, yang
terdiri atas 7.435 orang laki-laki, 4.752 orang perempuan, 3.985 orang anak
laki-laki, dan 3,515 anak perempuan. Di ibukota Ende selain penduduk setempat
(pribumi) juga terdapat orang-orang Eropa, Cina, dan Arab.
Perdagangan
di Ende dilakukan melalui pelabuhan yang dalam dan disinggahi oleh kapal-kapal
KPM. Pemerintah Belanda yang tinggal di Ende terdiri atas Asisten Residen, Controleur, seorang Kommis, Civiel Gezaghebber,
seorang Kapiten dengan dua orang opsir, 120 orang tentara, seorang dokter
tentara, dan agen KPM. Juga disebutkan bahwa, di Ende telah ada sebuah sekolah,
sebuah rumah sakit tentara dan civiel
(sipil), kantor pos (hulpposkantoor),
gudang batu arang (batubara), dan toko-toko cina (Velden, 1914:28).
Prasarana Jalan
Prasarana
jalan di Ende mulai dirintis pada tahun 1910 dengan pembuatan jalan raya dengan
sistem kerja rodi. Pembukaan jalan yang dilakukan dengan kerja rodi itu
menghubungkan satu kerajaan dengan kerajaan lain, dan satu kampung ke kampung
lain. Bersamaan dengan itu, dibuka pula jalan raya yang menghubungkan Larantuka
di Flores Timur dengan Reo di Manggarai Utara (Flores Barat) sepanjang 600 km.
Kerja besar dengan menelan korban ratusan jiwa itu berhasil diselesaikan dan
diresmikan pada hari ulang tahun ratu Wilhelmina yaitu pada tanggal 31 Agustus
1925. Untuk menunjang keuangan pemerintah, mulai tahun 1912 setiap penduduk
diwajibkan untuk membayar pajak kepada Pemerintah Belanda. Keadaan Ende dengan
tempat-tempat prasarana dan sarana pemerintah seperti kantor pos, rumah sakit,
kantor telepon, kuburan umat kristen (Kerkhof
voor Christenen), mesjid, sekolah, tempat tinggal Asisten Residen, dan sebagainya dapat dilihat dalam peta (lihat : Schetskaart van de onderafdeeling Endeh,
Agustus 1918).
Kerja Rodi Pembukaan Jalan di Flores |
Watugamba (Titik Tengah Pulau Flores) |
Jembatan Wolowona tempo doeloe |
Berdasarkan
informasi yang ditemukan diatas, maka pada awal abad ke XX atau
sekurang-kurangnya sejak 1 April 1915, dapat dikatakan Ende telah tumbuh
menjadi sebuah Kota berupa kota administrasi, kota niaga, dan kota pendidikan.
Letak kota itu di sekitar pusat kerajaan Ende yang letaknya strategis dan
memiliki prospek ke depan yang baik. Susunan spasial kota administrasi ini
berkisar disekitar lapangan yang kini disebut lapangan Perse yang kemudian
diganti menjadi lapangan Pancasila. Di sekeliling atau lingkaran lapangan itu
terdapat rumah tempat tinggal kepala pemerintahan seperti Asisten Residen, Controleur, dan pejabat lainnya.
Pertokoan di Ende |
Bertitik
tolak dari teori Gideon Sjoberg, persyaratan timbul dan tumbuhnya kota selain
munculnya spesialisasi non-agraris dan adanya golongan yang berpendidikan, juga
memiliki basis ekologi yang memadai. Wilayah Ende memiliki lingkungan alam yang
cukup memadai. Untuk melihat bagaimana basis ekologi kota Ende, dibawah ini
akan dikemukakan kondisi fisik kota.
Bintarto
dalam bukunya berjudul “Pengantar
Geografi Kota” mengemukakan bahwa, secara umum, sebuah kota dapat dilihat
dari tanda-tanda pengenal kota. Tanda pengenal sebuah kota paling sedikit dapat
dilihat dari 2 (dua) kenampakan, yaitu ciri fisik dan ciri sosial. Dari segi
fisik yaitu adanya bangunan yang langsung dapat dilihat bila seseorang memasuki
kota. Tanda pengenal kota Ende diawal abad XX tersebut berupa tempat untuk
pasar, tempat untuk berekreasi, bangunan-bangunan pemerintahan, perumahan,
prasarana dan sarana transportasi, serta fasilitas-fasilitas lainnya yang
menunjukan ciri kekotaannya.
(dari : “Sejarah Kota Ende”, yang disajikan dalam Seminar Sejarah Kota Ende, pada tanggal 09 Agustus 2004 di gedung Ine Pare, Ende – Flores).
Pustaka Sumber :
============
Hotel dan Pesona Wisata di Ende :