1. Ende Sebagai Pusat Pemerintahan
Ditinjau
dari luas wilayah, sejak zaman penjajahan Belanda hingga kini, sesungguhnya
Ende tidak banyak mengalami perubahan.
Namun dari penamaan wilayah yang membawahi, Ende telah mengalami berbagai perubahan. Perubahan itu berkaitan erat dengan terjadinya pergantian pemerintahan dimulai dari sebelum kedatangan Belanda, zaman Belanda, zaman Jepang, dan masa setelah kemerdekaan.
Namun dari penamaan wilayah yang membawahi, Ende telah mengalami berbagai perubahan. Perubahan itu berkaitan erat dengan terjadinya pergantian pemerintahan dimulai dari sebelum kedatangan Belanda, zaman Belanda, zaman Jepang, dan masa setelah kemerdekaan.
Kantor Asisten Residen (Kini lokasi Rumah Jabatan Wakil Bupati) |
Penguasa
adat yang pada masa Belanda disebut Raja telah ada di Ende pada abad ke XIX.
Salah satu hasil penelitian menyebutkan nama-namanya seperti : Baba Pande, Baba Kamapo, Baba Kalaro Dando,
Pera Ringgo, dan Loe Lusu
(Sejarah Daerah NTT, 1978 : 70).
Pada masa penjajahan Belanda yang dimulai tahun 1915, Ende yang karena strategisnya menjadi ibukota Afdeeling Flores. Wilayahnya terdiri atas 5 (lima) Onderafdeeling, yaitu Onderafdeeling Ende, Onderafdeeling Flores Timur, Onderafdeeling Maumere, Onderafdeeling Ngada, dan Onderafdeeling Manggarai. Selain sebagai ibukota Afdeeling Flores, Ende juga menjadi ibukota Onderafdeeling Ende dengan wilayahnya terdiri atas swapraja Ende dan swapraja Lio. Posisi strategis Ende sebagai ibukota Afdeeling Flores dan juga ibukota Onderafdeeling Ende, terletak di Teluk Ende yang berbatasan di bagian barat dengan Tanjung Gunung Keo, dan di sebelah timur dengan Gunung api Iya.
Ende
dipilih menjadi tempat kedudukan ibukota Afdeeling
dan Onderafdeeling karena kota
ini letaknya dipandang paling bagus dan strategis baik di Afdeeling Flores maupun Onderafdeeling
Ende. Sebagai ibukota Afdeeling
Flores, letak Ende berada di tengah-tengah pulau Flores, sehingga mudah
dijangkau baik dari Flores bagian barat maupun Flores bagian timur. Dihadapan
Ende terdapat sebuah pulau kecil yaitu Nusa Ende atau Pulau Ende. Pelabuhannya
juga baik, cukup dalam dan airnya cukup tenang. Selain disinggahi kapal-kapal
KPM, juga menjadi station kapal milik Gubernemen.
Dengan
posisi yang sangat strategis ini, Ende menjadi tempat kedudukan para pejabat
pemerintahan Belanda, seperti : Asisten
Residen, Controleur, Civiel Gezagheber, seorang Kommis, seorang Kapiten,
2 (dua) orang Opsir, 120 orang
serdadu (tentara), dokter tentara, dan agen-agen KPM. Di Ende telah ada sebuah
sekolah, sebuah rumah sakit tentara dan civil
(sipil), kantor pos (hulppostkantoor),
gudang batu arang, dan toko-toko cina. Juga telah ada 20 kampung, yang utama
yaitu kampung Amboegaga (Velden, 1914: 28).
2. Ende Sebagai Pusat Pendidikan
Berkaitan
dengan pendidikan, awal perkembangan pendidikan di Ende tidak dapat dipisahkan
dari peranan Misi katolik. Menurut Pater Looijmans (Pastor stasi Lela), sebelum
tahun 1907 di Ende belum ada orang katolik. Pendapat ini didasarkan pada
perjalannya dari Lela ke Ende dan ke daerah-daerah pedalaman di Lio untuk
melayani pada tanggal 23 Februari 1910. Dikatakan bahwa di Ende belum ada
Kapela, sehingga Pater Looijmans terpaksa mempersembahkan kurban misa di
pesanggarahan milik pemerintah (Belanda), dan Pater juga menginap di rumah Controleur
A. Hens (Uran, 1961 : 121).
Pada
tanggal 27 April 1914, P. Noyen tinggal di Ende dan menginap di pesanggarahan.
Menurut penilaian P. Noyen, keluarga Hens adalah suatu keluarga katolik yang
baik. Hens banyak berjasa untuk Misi di Flores. Hens berusaha menempatkan
guru-guru katolik di bagian barat, juga dengan mengirim anak-anak raja dan
anak-anak ketua adat pergi bersekolah di Lela. Putra raja Ndona, yang tadinya
bersekolah di Kupang selama empat tahun, dipanggilnya pulang dan diantar
bersekolah di Lela. Hingga bulan April 1914 telah ada 75 anak laki-laki dan 6
anak perempuan dari Onderafdeeling Ende
yang mengenyam pendidikan di Lela, termasuk juga Pius Rasi Wangge. Pius Rasi
Wangge inilah yang kemudian diangkat menjadi Raja Tana Kunu Lima pada tanggal 9 Oktober
1914.
Pada
hari minggu, 3 Mei 1914 P. Noyen menyelenggarakan ibadat di dalam sekolah di
Ende, yang sebelumnya telah dibangun pada tahun 1910 (Belum diketahui tanggal
dan bulan sekolah pertama ini dibangun). Ibadat tersebut juga dihadiri oleh
tuan dan nyonya Hens. Ibadat itu dimeriahkan dengan nyanyian yang bagus yang
dilakukan oleh para guru dan orang kristen. Dikatakan bahwa, Hens mendapat
kesan yang mendalam, dan menyatakan bahwa agamanya mengena di hati dan sesuai
dengan rakyat Ende. Dia berpendapat bahwa Residen sendiri memiliki perasaan
yang sama tentang ini (Dari : Buku Harian
Pater Noyen 1912-1914. Aslinya dalam arsip Provinsial SVD Belanda, salinanya
dalam arsip Regio SVD Ende).
Pada
tanggal 15 Mei 1915, Perfek Noyen ke Ende lagi dengan tujuan membangun tempat
kediaman di Ndona. Selama tiga bulan Perfek bersama dua orang bruder tinggal di
sebuah pondok kecil, lalu pindah ke barak kerja pada tanggal 8 September. Pada
tanggal 10 Desember 1915, sebuah sekolah darurat dibuka di Ndona dengan 9 orang
murid. Walaupun darurat, itu merupakan sebuah sekolah standard, yang dibuka
dengan desakan Van Suchtelen. Dalam banyak surat, P. Noyen memuji semangat para
bruder atas ketrampilan dan kerajinannya. Bruder-bruder itu merupakan
misionaris pertama dari Uden yang dibuka pada tahun 1911, dan P. Noyen sendiri
selaku rektor pertama mereka. Guru-guru dan tenaga kerja lainnya untuk sekolah standar
tersebut disediakan dari Lela dan Larantuka. Sekolah standar yang baru di Ndona
ini kemudian diberkati pada tanggal 2 Februari 1916 dengan dihadiri oleh para
pejabat dari Ende, Raja Pius Rasi Wangge, dan para kepala desa. Kepala sekolah
yaitu Greg. Pareira dari Lela, dan dibantu oleh Frans Fernandez dari Larantuka.
Sementara itu, sekolah desa di Ende (yang dibangun di tahun 1910) dinaikan
tingkatnya setaraf dengan sekolah pemerintah kelas dua, diperluas menjadi 5 kelas,
dan dilengkapi dengan guru-guru yang mempunyai ijazah yang memadai (Laan, 1974:
1119).
Selanjutnya,
dibuka sekolah lainnya, yaitu di Ndao (Schakeschool)
pada tanggal 1 Juli 1925. Tahun 1917, Perfek Noyen berusaha membuka sekolah
pertukangan (Ambachtschool).
Mula-mula hanya bagian tukang kayu yang ditempatkan di Ndona. Pada tanggal 21
Mei dilakukan peletakan batu pertama pembangunan sekolah pertukangan ini. Pada
tanggal 19 Maret 1928 gedung sekolah pertukangan sepanjang 48 meter dan lebar
10 meter ini diberkati oleh Mgr. Verstraelen (Laan, 1974: 1197).
(dari
: “Sejarah
Kota Ende”, yang disajikan dalam Seminar Sejarah Kota Ende, pada
tanggal 09 Agustus 2004 di gedung Ine Pare, Ende – Flores).
Pustaka Sumber :
==============
Hotel dan Pesona Wisata di Ende :
Hotel dan Pesona Wisata di Ende :