Tanah adalah sumber kehidupan sesorang, seseorang
mungkin akan berkorban demi sejengkal tanah yang dimiliki, untuk itulah
sesorang akan berusaha agar tanahnya dapat memiliki kepastian, atas
kepemilikannya, kepastian atas kepemilikan sebidang tanah di atur dalam UU No 5
Tahun 1960 tentang Undang Undang Pokok Agraria, keudian UU tersebut diturunkan
kembali menjadi PP No 44 dan 41 tahun 1996 tentang pendaftaran tanah.
Dalam peraturan ini negara memberikan tiga jenis hak
atas tanah yang menjadi alas kepemilikan yang terdiri dari: (1) hak individual
yang bersifat perdata;(2) hak pengelolaan hak ini adalah hak istimewa yang
diberikan oleh negara kepada instansi-instansi tertentu untuk dikelola dan
diambil manfaat atasnya.;
(3) tanah wakaf adalah hak atas tanah yang semula
merupakan hak primer (HM, HGB, HGU, HP atau tanah girik) dan kemudian
diwakafkan atau diserahkan oleh pemiliknya kepada badan keagamaan ataupun badan
sosial lainnya untuk di wakafkan Hak individual yang bersifat perdata
terdiri dari Hak Primer dan Hak Sekunder.Hak primer
Hak Primer yaitu
hak yang langsung diberikan oleh negara kepada pemegang haknya Hak ini meliputi
:
1. Hak milik (HM) ; merupakan hak atas tanah yang terkuat dan terpenuh dan bisa
dimiliki turun temurun tanpa ada batas waktu berakhirnya. Bukti kepemilikan ini
berupa Sertifikat Hak Milik (SHM), yakni jenis sertifikat yang pemiliknya
mempunyai hak penuh atas kepemilikan sebidang tanah pada kawasan dengan luas
tertentu yang telah disebutkan dalam sertifikat tersebut. Status kepemilikan
Sertifikat Hak Milik juga tidak dibatasi dengan batasan waktu seperti layaknya
pada Hak Guna Bangunan. Dengan sertifikat hak milik, pemilik bisa memakainya
sebagai bukti kuat terhadap kepemilikan tanah. Dan bila suatu saat terjadi
masalah kepemilikan, maka nama yang tercantum di dalam SHM merupakan pemilik
yang sah berdasarkan hukum.
Sertifikat
Hak Milik (SHM) bisa juga menjadi alat yang kuat untuk transaksi jual beli, dan
juga jaminan kredit. Selain itu hak milik ini juga dapat dilekatkan diatasnya
hak-hak sekunder yang lebih rendah seperti HGB, HGU, Hak Pakai, Hak Sewa dan
Hak Numpang karang.
Ciri-ciri
dari hak milik ini adalah :
1.
Hak milik
dapat beralih dan dialihkan kepada pihak lain.
2.
Hanya
warganegara Indonesia dapat mempunyai hak milik.
3.
Oleh
Pemerintah ditetapkan badan-badan hukum yang dapat mempunyai hak milik dan
syarat-syaratnya (bank Negara, perkumpulan koperasi pertanian, badan keagamaan
dan badan social)
4.
Terjadinya
hak milik, karena hukum adat dan Penetapan Pemerintah, serta karena ketentuan
undang-undang
5.
Hak milik,
setiap peralihan, hapusnya dan pembebanannya dengan hak lain, harus didaftarkan
di Kantor Pertanahan setempat. Pendaftaran dimaksud merupakan pembuktian yang
kuat.
2. Hak Guna Bangunan (HGB) ; adalah hak yang diberikan oleh negara untuk
dapat mendirikan bangunan di atas tanah-tanah yang dikuasai oleh negara untuk
jangka waktu tertentu (maksimal 30 tahun) dan dapat diperpanjang selama 20
tahun. Jika sudah lewat pengguna hak ini dapat mengajukan pembaruan hak selama
30 tahun lagi.
Sertifikat
Hak Guna Bangunan termasuk macam sertifikat tanah dimana pemilik sertifikat HGB
tersebut hanya bisa memanfaatkan tanah tersebut baik itu untuk mendirikan
bangunan atau juga untuk keperluan lain pada kurun waktu tertentu. Namun untuk
kepemilikan tanah tetap dimiliki oleh negara.
Sertifikat
Hak Guna Bangunan (SHGB) ini mempunyai batas waktu tertentu misalnya hanya
untuk 30 tahun dan juga dapat diperpanjang kembali untuk waktu 20 tahun.
Setelah melewati batas waktu tersebut, pemegang sertifikat harus kembali
mengurus perpanjangan HGB-nya.
Tanah yang
memiliki status HGB bisa dimiliki oleh warga asing atau bukan Warga Negara
Indonesia (non WNI). Tanah dengan status SHGB umumnya merupakan
lahan-lahan yang dikelola oleh pihak developer seperti perumahan ataupun
apartemen, termasuk untuk gedung perkantoran.
Ciri-ciri
dari pemilikan hak ini adalah :
1)
Setelah
berakhir jangka waktu dan perpanjangannya hak ini dapat diberikan pembaharuan
baru Hak Guna Bangunan di atas tanah yang sama.
2) Hak guna bangunan dapat beralih dan
dialihkan kepada pihak lain.
3) Hak Guna Bangunan dapat dipunyai
warga negara Indonesia, dan Badan Hukum yang didirikan berdasarkan Hukum
Indonesia dan berkedudukan di Indonesia
4) Hak Guna Bangunan terjadi karena
penetapan Pemerintah
5) Hak Guna Bangunan setiap peralihan,
hapusnya dan pembebanannya dengan hak lain, harus didaftarkan di Kantor
Pertanahan setempat. Pendaftaran dimaksud merupakan pembuktian yang kuat
6) Hak Guna Bangunan dapat dijadikan
jaminan utang dengan dibebani Hak Tanggungan
3. Hak Guna Usaha (HGU) ; adalah hak yang diberikan oleh negara untuk
mengolah/ mengusahakan tanah-tanah tertentu dengan luas minimal 5 ha. Hak ini
digunakan untuk mengusahakan tanah yang dikuasai langsung oleh Negara, dalam
jangka waktu tertentu, dan dipakai untuk perusahaan pertanian, perikanan atau
peternakan (HGU).
Selain UUPA,
peraturan lain yang mengatur mengenai HGU adalah Peraturan Pemerintah Nomor 40
Tahun 1996 tentang Hak Guna Usaha, Hak Guna Bangunan Dan Hak Pakai Atas Tanah
(PP No. 40/1996). Pada PP No.40/1996 tersebut diatur lebih jauh mengenai HGU.
Ciri-ciri
dari hak ini adalah :
1)
Diberikan
paling sedikit luasnya 5 hektar, jika lebih dari 25 hektar harus dikelola
dengan investasi modal yang layak dnegan teknik perusahaan yang baik sesuai
dengan perkembangan zaman.
2) Hak guna usaha dapat beralih dan dialihkan
kepada pihak lain
3) Hak Guna Usaha dapat dipunyai warga
negara Indonesia, dan Badan Hukum yang didirikan berdasarkan Hukum Indonesia
dan berkedudukan di Indonesia
4) Tanah yang dapat diberikan dengan
Hak Guna Usaha adalah Tanah Negara
5) Hak Guna Usaha terjadi karena
penetapan Pemerintah
6) Hak Guna Usaha setiap peralihan,
hapusnya dan pembebanannya dengan hak lain, harus didaftarkan di Kantor
Pertanahan setempat. Pendaftaran dimaksud merupakan pembuktian yang kuat
7) Hak Guna Usaha dapat dijadikan
jaminan utang dengan dibebani Hak Tanggungan
8) Hak ini juga dapat dihapuskan, atau
dibatalkan haknya oleh pejabat yang berwenang sebelum jangka waktunya berakhir
karena faktor-faktor berikut ini :
a.
Tidak
terpenuhinya kewajiban-kewajiban pemegang hak dan/atau dilanggarnya
ketentuan-ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 12, Pasal 13 dan/atau
Pasal 14 PP No. 40/1996;
b.
Putusan
pengadilan yang telah mempunyai kekuatan hukum tetap;
c.
Dilepaskan
secara sukarela oleh pemegang haknya sebelum jangka waktunya berakhir;
d.
Dicabut berdasarkan
Undang-Undang Nomor 20 Tahun 1961;
e.
Ditelantarkan;
f.
Tanahnya
musnah;
g.
Pemegang HGU
tidak lagi memenuhi syarat untuk dapat mempunyai HGU sebagaimana diatur dalam
Pasal 30 ayat (2) UUPA.
h.
Pemiliknya
melanggar peraturan / intruksi pemerintah, terkait permasalahan lingkungan
4. Hak Pakai ; Menurut
Pasal 41 Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok
Agraria (“UUPA”), adalah hak untuk Menggunakan dan/atau memungut hasil dari
tanah yang dikuasai langsung oleh Negara atau tanah milik orang lain, yang
memberi wewenang dan kewajiban yang ditentukan dalam keputusan pemberiannya
oleh pejabat yang berwenang memberikannya atau dalam perjanjian dengan pemilik
tanahnya, yang bukan perjanjian sewa-menyewa atau perjanjian pengolahan tanah,
segala sesuatu asal tidak bertentangan dengan jiwa dan ketentuan undang-undang
ini.
Penggunaan
hak ini terdiri dua macam, yakni :
1)
Hak Pakai
atas tanah negara yang dikuasai langsung oleh negara dan tidak memiliki nilai
ekonomis yaitu Hak Pakai atas tanah negara bagi instansi-instansi pemerintah
spt TNI, departemen, kantor perwakilan negara lain (kedutaan besar/ konsulat);
2) Hak Pakai atas tanah negara yang
memiliki nilai ekonomis, maksudnya bisa diperjualbelikan atau dialihkan kepada
orang/ pihak lainnya. Hak ini diberikan kepada :
a)
Warga negara
Indonesia
b)
Orang asing
yang berkedudukan di Indonesia
c)
Badan hukum
yang didirikan menurut hukum Indonesia dan berkedudukan di Indonesia
d)
Badan hukum
asing yang mempunyai perwakilan di Indonesia.
Ciri-ciri
dari pemberian hak ini adalah :
1)
Selama
jangka waktu yang tertentu atau selama
tanahnya dipergunakan untuk keperluan yang tertentu;
2) Dengan cuma-cuma, dengan pembayaran
atau pemberian jasa berupa apapun.
3) Pemberian hak pakai
tidak boleh disertai syarat-syarat yang
mengandung unsur-unsur pemerasan.
Hak Sekunder (Derivatif) ;
Hak Sekunder
yaitu hak yang timbul atau dibebankan diatas hak atas tanah yang sudah ada. Hak
ini bisa timbul karena perjanjian antara pemilik tanah sebagai pemegang hak
primer dan calon pemegang Hak Sekunder.
Yang termasuk
Hak atas tanah ini antara lain:
1.
Hak sekunder yang ditumpangkan di atas hak primer yang yang memiliki derajat
yang lebih tinggi misalnya HGB/HGU/Hak Pakai di atas tanah Hak Milik.
2.
Hak Sewa di atas tanah Hak Milik/ HGB/ HGU/ Hak Pengelolaan atas tanah
negara, Seseorang
atau suatu badan hukum mempunyai hak sewa atas tanah, apabila ia berhak
mempergunakan tanah milik orang lain untuk
keperluan bangunan dengan membayar kepada pemiliknya sejumlah
uang sebagai sewa, perjanjian sewa tanah yang
dimaksudkan dalam pasal ini tidak boleh
disertai syarat-syarat yang mengandung unsur-unsur pemerasan.
3.
Hak Sewa atas tanah pertanian
4.
Hak membuka tanah dan memungut hasil hutan, Hak membuka tanah dan memungut
hasil hutan hanya dapat dipunyai oleh warganegara Indonesia dan diatur dengan
Peraturan Pemerintah. Dengan mempergunakan hak memungut hasil hutan secara sah
tidak dengan sendirinya diperoleh hak milik atas tanah itu.
5.
Hak usaha bagi hasil
6.
Hak menumpang (Hak Numpang Karang), Hak numpang karang dan Hak Usaha tergolong hak
kebendaan. Hak numpang karang diatur dalam Buku II Bab Ketujuh PasaL 711— Pasal
719 Burgelijk Wetboek (Kitab
Undang-Undang Hukum Perdata, disingkat KUH Perdata). Sedangkan hak usaha diatur
dalam Buku II bab Kedelapan PasaL 720 – 736 KUH Perdata.
Menurut
ketentuan Pasal 711 KUH Perdata hak ini adalah hak kebendaan untuk mempunyai
gedung bangunan atau tanaman di atas tanah orang lain. pemilik tanah primer,
selama hak numpang karang berjalan tidak boleh mencegah orang yang mempunyai
hak itu untuk membongkar gedung atau bangunan atau menebang segala tanaman dan
mengambil salah satu di antaranya, bila pemegang hak itu telah melunasi harga
gedung, bangunan dan tanaman itu pada waktu memperoleh hak tersebut, atau bila
gedung, bangunan dan tanaman itu didirikan, dibangun dan di tanam oleh pemegang
hak itu sendiri, tanpa mengurangi kewajiban pemegang hak untuk mengembalikan
pekarangan tersebut dalam keadaan semula seperti sebelum hal-hal tersebut
didirikan, dibangun atau ditanam. Dan jika hak ini telah berakhir maka pemilik
pekarangan menjadi pemilik gedung, bangunan dan tanaman di atas pekarangan,
dengan kewajiban membayar harganya pada saat itu juga kepada yang mempunyai hak
numpang karang yang dalam hal ini berhak menahan sesuatu sampai pembayaran itu
dilunasi. namun bila hak numpang karang diperoleh atas sebidang tanah yang
diatasnya telah terdapat gedung-gedung, bangunan-bangunan dan tanaman-tanaman
yang harganya tidak dilunasi oleh penerima hak numpang karang itu, maka pemilik
tanah, pada waktu berakhirnya hak tersebut, dapat menguasai kembali semua benda
itu tanpa wajib mengganti kerugian.
7.
Hak Jaminan atas tanah,yang terdiri dari gadai dan hak tanggungan, namun yang seringkali
digunakan hanyalah hak tanggungan. Hak tanggungan sendiri adalah adalah hak
atas tanah beserta benda-benda yang berkaitan dengan tanah yang dijadikan
sebagai jaminan untuk pelunasan utang tertentu, yang memberikan kedudukan
diutamakan kreditor tertentu terhadap kreditor-kreditor lainnya
Demikianlah
penjelasan mengenai berbagai macam hak atas tanah yang berlaku di indonesia
semoga penjelasan ini memberikan pencerahan kepada kita.
sumber : https://omtanah.com/2016/03/18/jenis-jenis-hak-atas-tanah-di-indonesia/
======