(Mengenal Adat Moni Koanara-Ende)
Pembagian ruangan Sa’o Ria
Secara vertikal, Sa’o Ria dapat dibagikan ke dalam tiga ruang utama, yaitu Lewu (Kolong), One (Ruang Tengah), dan Padha
(Loteng). Lewu adalah ruang untuk hewan peliharaan seperti anjing, ayam dan
babi. One adalah ruang untuk
menyimpan barang-barang upacara adat.
Pada bagian luar
terdapat bale–bale, yang masih di bawah atap. Bale-bale ini dibagi lagi menjadi
dua bagian, yaitu yang dekat tanah (bagian terdepan) yang dinamakan Magha Lo’o atau Tenda Lo’o atau bale-bale kecil. Magha Lo’o dibagi berimbang oleh Tangi Jawa yaitu tangga pertama dari tanah. Di bawah Tangi Jawa terdapat sebuah batu datar
yang dinamakan Watu Lata Ha’i,
sebagai tempat membersihkan kaki agar orang memasuki rumah dengan kaki bersih. Tenda Lo’o merupakan tempat beristirahat
bagi laki-laki dan para tamu sebelum memasuki ruangan dalam. Dari tempat ini
pula, ibu-ibu biasa mengawasi anak-anak yang tengah bermain, sambil memberi
makanan ayam dan babi peliharaan mereka.
Di masa lampau, Tenda Lo’o merupakan tempat khusus bagi Fai Walu Ana Kalo, yakni kelompok kelas
bawah yang tinggal di Sa’o Ria.
Dari Tenda Lo’o meningkat ke Tenda Ria atau Magha Ria, yakni bale-bale besar yang memanjang sepanjang tampak
depan Sa’o Ria. Tenda Ria ini lebih lebar dari pada Tenda Lo’o, yang berfungsi sebagai tempat menerima dan menjamu
tamu-tamu.
Di tengah-tengah Tenda Ria terdapat Lata, yakni tangga masuk ke Pene
Ria (pintu besar), yang berada di pertengahan tampak depan Sa’o Ria. Disebelah menyebelah Pene Ria, terdapat Mbedhi (senapan) dan relief Nipa
(ular). Keduanya merupakan simbol pengaman Sa’o
Ria.
Dari Pene Ria, kita memasuki Loro (lorong) menuju One (ruangan tengah). Disamping kiri dan
kanan Loro terdapat dua kamar, yang
dinamakan Magha Gania (kamar depan)
yang berfungsi sebagai tempat tidur pemuda dan tamu laki-laki. Setelah dua Magha Gania itu, terdapat dua buah Waja, yaitu tempat perapian. Di
tengah-tengahnya terdapat Watu Laka,
yaitu batu tungku tempat meletakan periuk saat memasak. Tepat di atas Waja terdapat Kae, yakni tenda tempat menyimpan periuk dan alat memasak lainnya,
khusunya Podo Ria (Periuk besar),
yang hanya digunakan pada waktu pesta-pesta adat. Disamping Kae, terdapat Noki, yaitu gudang kayu api.
Di tengah-tengah Sa’o Ria terbentanglah One, yakni ruang utama Sa’o Ria. Ruangan ini agak gelap karena
dibalik dinding kiri-kanan dan belakang terdapat kamar-kamar. Kamar-kamar
samping ini dinamakan Rimba atau
kamar untuk anak-anak gadis. Kamar-kamar belakang dinamakan Magha Longgo, yaitu kamar bagi Ata Laki Pu’u dengan isteri-isterinya.
One terbuka hingga ke Isi (Bubungan). Ia merupakan rahim Sa’o Ria. Pada sudut kanan belakangnya
terdapat sebuah ruang suci yang dianamakan Wisu
Lulu. Pada Wisu Lulu ini
diletakan barang-barang pusaka (keramat) antara lain sejumlah Watu Pore (batu perjanjian antara nenek
moyang dengan suku-suku lain mengenai batas-batas tanah Moni). Juga terdapat Watu Pa’a, yakni batu untuk menaruh
persembahan bagi roh-roh nenek moyang. Selain itu, juga terdapat Roe Kiwi (piring pusaka), Sau (parang), Sue (gading), dan Sundu
(Kelewang).
Benda-benda
keramat tersebut selain memiliki makna historis, juga merupakan tanda kehadiran
immanen roh nenek moyang. Pada Wisu Lulu
ini, mereka secara tetap mempersembahkan sesajen kepada roh nenek moyang dan Du’a Ngga’e (Tuhan).
Pada batas atas
dinding kiri kanan dan belakang One,
melintang Lena. Lena merupakan rak tempat menyimpan hasil panen, yang diletakan
pada piring makan yang terbuat dari tanah liat, beserta alat lainnya.
One adalah ruang umum seluruh keluarga (sebagai
ruang keluarga). Di sinilah segenap anggota keluarga bebas bersosialisasi/ bersenda gurau. Orang
luar tidak diperkenankan secara bebas mamasuki One ini, selain anggota keluarga sendiri.
Baca Juga :