(Mengenal Adat Moni Koanara-Ende)
Proses Pembangunan Sa’o Ria
Pembangunan Sa’o Ria dilakukan dalam beberapa tahap,
dan disertai upacara–upacara adat. Mula-mula diadakan Tewo Bou Lo’o Mondo, yakni musyawarah pembangunan Sa’o Ria. Musyawarah ini diundang oleh Ata Laki Pu’u dan dihadiri oleh Ata Laki Ria Bewa dan Koe
Kolu. Dalam musyawarah ini ditetapkan waktu persiapan ramuan (bahan
bangunan), tempat berdirinya Sa’o Ria,
waktu berdirinya/ membangunnya, kebutuhan tukang, pekerjaan, serta bahan
bangunan. Untuk itu biasanya dihadirkan seorang dukun.
Pada waktu
berangkat ke hutan untuk mencari bahan ramuan rumah, rombongan dipimpin oleh Mosalaki Ko’olaki Rowa Ongga Tau Mburu Gulu
Rara Sewa, yakni Mosalaki
perintis jalan ke hutan. Ia membawa Kili
Ndolu, memikul (wangga) Taka, serta Nggo. Kili Ndolu adalah
tali pelurus. Taka adalah kapak. Dan Nggo adalah gong. Sambil memikul Kili Ndolu dan Taka, ia membunyikan gong sepanjang jalan. Hal ini dimakssudkan
untuk memberitakan pada segenap warga masyarakat Moni , bahwa saat itu
pembangunan rumah adat tengah dimulai.
Sampai di hutan,
diadakan upacara adat. Seekor babi dibunuh dan darahnya dioleskan pada pohon
yang akan ditebang pertama kali. Maksudnya adalah meminta izin pada Nitu (jin) penunggu hutan.
Jika semua ramuan
(bahan bangunan) telah dikumpulkan, maka diadakan Oro, yakni menarik kayu-kayu ramuan dari hutan ke kampung secara
gotong royong sambil bernyanyi. Sebelum masuk kampung, biasanya dukun dipanggil
untuk mengusir roh-roh jahat agar mereka atau rombongan dapat masuk ke dalam
kampung dengan selamat. Bilamana semua ramuan sudah dikumpulkan di halaman
kampung, maka langkah berikutnya adalah Koe
Walu, yakni mempersiapkan tempat berdirinya Sa’o Ria.
Dalam pembangunan
Sa’o Ria, yang dipasang paling dahulu
adalah Leke Pera (tiang utama). Tapi Leke Pera ini hanya dipasang sementara.
Pemasangan Leke Pera yang resmi
dilakukan pada tahap penyelesaian. Seperti yang diuraikan di atas, bahwa pada
masa lampau, di bawah Leke Pera
ditanam seorang anak kecil. Kini sebagai gantinya ditanam seekor anak anjing.
Darah anjing korban itu juga dipercikan pada tiang-tiang (Leke) lainnya, agar
tiang-tiang utama tersebut dapat berdiri kokoh, dan semua dapat menjamin
kehidupan penghuni Sa’o Ria.
Selanjutnya,
adalah pengatapan Sa’o Ria. Pengatapan
rumah atau Ate merupakan tahap yang penting. Pada saat
pemasangan atap diadakan pesta dengan membunuh seekor Kam Ria atau hewan besar.
Pesta itu meupakan ungkapan kegembiraan seluruh warga kampung karena pembangunan
Sa’o Ria hampir selesai dan siap
untuk dihuni.
Upacara yang
terakhir adalah Tunu Muku (bakar
pisang), sebelum memasuki Sa’o Ria
baru. Pada saat itu memang dibakar pisang (muku),
ayam (manu), serta babi (wawi). Maksudnya memohon berkat Du’a Ngga’e dan nenek moyang atas Sa’o Ria dan penghuninya.
Baca Juga :