(Mengenal Adat Moni Koanara-Ende)
Sistim Kepemimpinan
Tanah Moni
merupakan satu kesatuan wilayah hukum adat yang berpusat di kampung Koanara.
Menurut peraturan masyarakat Koanara, tanah ini adalah warisan Moni, moyang
pengasal suku-suku di Koanara. Moni itu jugalah yang mewariskan kepemimpinan
tertinggi atas seluruh tanah Moni kepada keturunannya.
Seperti telah
dikatakan di atas, keturunan Moni dewasa ini terbagi dalam empat kelompok.
Kelompok-kelompok itu adalah kelompok Wangge
Elu/Ndito, kelompok Laka Elu,
kelompok keturunan Kombo Elu dan Ngelu Elu /Rega Lombo.
Fungsi-fungsi puncak
kepemimpinan adat atas seluruh tanah Moni hingga dewasa ini memang tersebar
diantara keempat suku itu.
a. Ata
Laki ;
Ata Laki sama artinya dengan pengawal atau penjaga tanah. Otoritasnya adalah “Tau Koe Kolu” atau menggali
tanah dan mengisinya. Ungkapan ini mengandung arti otoritas atas hal-hal
yang berhubungan dengan tanah. Antara lain, menggali dan menanam lebih dahulu
pada saat penggarapan lahan (kebun) dan pembangunan rumah, menetapkan waktu
yang tepat untuk menanam dan pemanenan. Dialah yang harus memimpin upacara
adat, yang berhubungan dengan upacara adat usaha pertanian, dan siklus
kehidupan manusia. Atas dasar itu, fungsi Ata
Laki yang diwariskan pada anak laki-laki sulung selalu dihubungkan dengan
kesuburan dan unsur kewanitaan.
b. Ria
Bewa ;
Ria berarti besar, Bewa berarti panjang. Ria
Bewa berarti besar panjang. Ungkapan ini memang tidak jelas/lengkap.
Ungkapan asli yang sebenarnya adalah “Wiwi
Ria, Lema Bewa” yang artinya Mulut
Besar dan Lidah Panjang. Ungkapan ini lalu disingkat menjadi Ria Bewa, yang digunakan untuk sau
jabatan adat penting dalam kehidupan masyarakat Moni.
Ria Bewa itu memadukan dalam dirinya
beberapa fungsi, sebagai berikut :
- Sebagai Penjaga Hukum Adat; dalam fungsi ini ia juga bertindak sebagai hakim, yang menyelesaikan seluruh perkara dalam suku, terutama perkara tanah.
- Sebagai Panglima Perang; yang menjaga batas tanah-tanah suku dan mempertahankannya dari serangan musuh.
Oleh karena itu, Ria Bewa dilihat sebagai simbol
kejantanan dan ketertiban. Jika fungsi Ata
Laki diwariskan secara turun temurun kepada anak laki-laki sulung/ tertua,
maka tidak demikian halnya dengan Ria
Bewa. Sebab untuk menjadi Ria Bewa
dituntut kemampuannya untuk berbicara. Ia harus memiliki pengetahuan yang
mendalam tentang adat nenek moyang, dan mampu pula menerapkannya dalam situasi
kontemporer. Sebab itu, bisa terjadi bahwa jabatan Ria Bewa itu dipangku oleh orang yang lebih muda.
c.
Kepemimpinan
Komplementer
Kedua fungsi
penting di atas bersifat komplementer, seperti pria dan wanita. Setiap Ria Bewa berpasangan dengan beberapa Ata Laki atau Laki Koe. Di Moni, pasangan-pasangan itu dibedakan menurut rumah
adat suku. Dewasa ini ada dua kelompok besar, yakni kelompok yang bernaung di
bawah “Sa’o Ndito” atau “Sa’o Gereja”, dan kelompok “Sa’o Moni” atau “Sa’o Kupu Kena”. Ini menjadi menarik, karena ada juga Ria Bewa yang berfungsi sebagai Laki Koe Kolu.
Di dalam Sa’o Gereja/Sa’o Ndito, ada seorang Ria Bewa yang berasal dari suku Ndito/Wangge Elu. Ria Bewa ini juga berfungsi sebagai Ine Ame bagi seluruh warga Moni, yang juga bertindak sebagai Ata Laki Koe Kolu. Ia berpasangan dengan
tiga Laki Kolu, yakni dua dari suku Laka Elu dan dirinya sendiri. Di Sa’o Moni terdapat dua Ria Bewa, seorang dari suku Moni, dan
seorang dari suku Rega Lombo.
Keduanya berpasangan dengan empat Laki
Kolu, dua orang dari suku Moni (Kombo)
dan dua yang lain dari suku Ngelu
Elu/Rega Lombo.
Dewasa ini telah
berkembang konflik laten antara Ria Bewa
dan Laki Koe Kolu. Menurut beberapa Laki Koe Kolu, jabatan Laki Ine Ame menurut tradisi nenek
moyang seharusnya diemban oleh Laki Koe
Kolu, bukan oleh Laki Ria Bewa.
Lebih dari itu, Ria Bewa mestinya
bertanggungjawab kepada Laki Ine Ame
itu. Namun dewasa ini, Ria Bewa di Moni mengklaim diri sebagai orang yang lebih
tinggi dan berkuasa dari Laki Koe Kolu.
Konflik laten ini
telah menyebabkan fungsi-fungsi itu tak bisa dilestarikan sebagaimana mestinya.
Karena itulah maka banyak pesta dan upacara-upacara adat yang tak dapat
dijalankan lagi.
d. Mosalaki
Mosalaki berarti Dewan Penguasa. Dewan
ini adalah himpunan dari Ata Laki dan
Ria Bewa tanah Moni. Dewan inilah
yang yang berkuasa atas seluruh tanah Moni dan bertanggungjawab atas
keutuhannya, serta kesejahteraan seluruh warga Moni. Dewan penguasa ini
diketuai oleh Laki Ine Ame. Namun ia
sebenarnya tak lebih dari pada seorang pemimpin upacara adat, dan tidak
memiliki kekuasaan hukum atau wilayah diluar wilayah sukunya.
e. Kebesani/Duke
Du/Kopo Kasa
Wilayah Moni,
yang berada dibawah kekuasaan Mosalaki
itu dibagi kedalam Kopo Kasa – Kopo Kasa,
atau wilayah-wilayah kecil. Secara praktis, Kopo
Kasa itu berbentuk kampung atau Nua yang
dipimpin oleh seorang Mosalaki
pendukung, yang diangkat oleh Mosalaki tertinggi. Setiap Kopo Kasa itu memiliki fungsi khusus.
Kopo Kasa-Kopo Kasa itu terbagi atas dua
kelompok besar. Satu kelompok bernaung di bawah Sa’o Ndito, sedangkan kelompok lainnya berada di bawah Sa’o Moni/Sa’o Kopo Kasa. Di bawah Sa’o Ndito terdapat 20 (duapuluh) Kopo Kasa. Semua Kopo Kasa ini bertanggungjawab kepada Ria Bewa dalam Sa’o Ndito.
Masing-masing memiliki fungsi khusus, misalnya Kopo Kasa Detu Bu mempunyai fungsi Duke Du/Kebesani Kuru sa pu’u ae naku, welumetu rosa mota.
Maksudnya, bahwa kampung Detu Bu itu merupakan tempat pemeliharaan hewan untuk Sa’o Ndito. Sedangkan Kopo Kasa Susu Mele, artinya bila ada
kekurangan, misalnya kekurangan beras atau daging pada suatu pesta adat di Sa’o Ndito, maka warga Susu Mele harus melengkapinya.
Kopo Kasa - Kopo Kasa yang berada di
bawah Sa’o Moni berjumlah 18
(delapanbelas). Kelompok ini dibagai ke dalam dua kelompok, yakni Kopo Kasa yang berada di bawah Ria Bewa dari suku Kombo dan dari suku Rega
Lombo. Dibawah Ria Bewa suku Kombo terdapat 11 (sebelas) Kopo Kasa. Di bawah Ria Bewa Raga Lombo terdapat 7 (tujuh) Kopo Kasa.
Baca Juga :