Setiap
kota tentu memiliki sejarah asal usulnya. Sejarah asal usul ini merupakan
karakteristik unik setiap kota, yang patut ditelusuri dan dibanggakan.
Kebanyakan kota-kota di Indonesia telah menentukan dan merayakan hari lahirnya.
Kota Jakarta misalnya, dirayakan hari jadinya setiap tanggal 22 Juni. Kota
Yogyakarta, pada setiap tanggal 7 Oktober,
kota Fakfak pada setiap tanggal 16 November, kota Gianyar (Bali) pada setiap tanggal 19 April, kota Klungkung (Bali) pada setiap tanggal 18 April, dan kota Negara (Bali) setiap tanggal 16 Agustus.
kota Fakfak pada setiap tanggal 16 November, kota Gianyar (Bali) pada setiap tanggal 19 April, kota Klungkung (Bali) pada setiap tanggal 18 April, dan kota Negara (Bali) setiap tanggal 16 Agustus.
Sebagai
sebuah Kabupaten, hari lahir Kabupaten Ende jatuh pada setiap tanggal 9
Agustus. Entah mengapa, hari lahir Kabupaten Ende ini pun jarang untuk
dirayakan oleh warga Kabupaten Ende.
Sebagai
sebuah Kota, hingga kini Kota Ende ternyata belum menentukan hari lahirnya.
Padahal momentum perayaan hari lahir sebuah kota, biasanya menjadi momentum
untuk merefleksi keberadaan dan perkembangan kota itu, disamping momentum untuk
diadakannya berbagai perayaan-perayaan seremonial dan menyajikan hiburan
rakyat.
Menyusuri
sejarah kapan sebenarnya Kota Ende itu lahir, berdasarkan data dan informasi
sejarah yang ada, kami berpendapat bahwa pada tanggal 1 April 1915 itulah
sebenarnya Kota Ende dilahirkan. Pendapat ini didasarkan pada momentum sejarah,
dimana pada tanggal tersebut merupakan tanggal awal pemerintahan Belanda di
Ende dengan membentuk Onderafdeeling Ende
yang beribukota di Ende (Kini Kota Ende).
Sejak dibentuknya Onderafdeeling itu, oleh pemerintah
Belanda, di Ende mulai dilakukan penataan administrasi pemerintahan, dan
pembangunan fasilitas-fasilitas umum baik fasilitas perkantoran pemerintahan
(pemerintahan Belanda dan raja Ende), maupun fasilitas publik lainnya seperti
lapangan (alun-alun), kolam renang, kantor pos, kantor telekomunikasi, dan
sebagainya, meski sebelumnya di wilayah ini juga telah ada sekolah (sekolah
cina) dan jalan yang terlebih dahulu telah dibangun, serta adanya pasar dan
pelabuhan laut di sekitar Teluk Ende.
Bagaimanakah
kami tiba pada kesimpulan demikian? Berikut disajikan sekilas Sejarah awal
terbentuknya pemukiman dan berkembangnya Ende sebagai kota administrasi,
pendidikan dan perdagangan : ========
Sebelum
mencermati sejarah asal-usul terbentuknya dan tumbuhnya Kota Ende, ada baiknya
kita memahami dulu pengertian atau konsep-konsep tentang sebuah pemukiman
dikatakan sebagai Kota, dan konsep mengenai timbul dan berkembangnya sebuah
kota.
Pengertian-Pengertian Tentang “Kota”
Mendefinisikan
sebuah Kota tentu tidaklah mudah. Ada beberapa pendapat tentang definisi sebuah
Kota. Bintarto mendefinisikan sebuah Kota sebagai berikut :“dari segi geografi, kota dapat diartikan sebagai suatu sistem jaringan
kehidupan manusia yang ditandai dengan kepadatan penduduk yang tinggi dan
diwarnai dengan strata sosial ekonomi yang heterogen dan coraknya yang
materialistis, atau dapat pula diartikan sebagai sebuah bentang budaya yang
ditimbulkan oleh unsur-unsur alami dan non alami dengan gejala-gejala pemusatan
penduduk yang cukup besar dengan corak kehidupan yang bersifat heterogen dan
materialistis dibandingkan dengan daerah belakangannya”
Dari
definisi tersebut, tampak bahwa, dari segi kependudukan diisyaratkan bahwa
suatu wilayah dapat disebut Kota apabila memiliki tingkat kepadatan penduduk
yang lebih besar, corak kehidupannya heterogen dan lebih materialistis
dibandingkan dengan daerah di sekitarnya. Wlaupun demikian tidak ada angka yang
pasti mengenai jumlah penduduk.
Menurut
N. Daldjoeni, apabila ditunjau dari segi fisik, Kota merupakan suatu pemukiman
yang mempunyai bangunan-bangunan perumahan yang berjarak relatif rapat dan yang
mempunyai prasarana dan sarana, atau berbagai fasilitas yang relatif mamadai
guna memenuhi kebutuhan penduduknya. Ciri lainnya, yaitu berkembangnya
institusi, terdapat bangunan atau gedung-gedung penting seperti gedung
pemerintahan, gereja, bank, mesjid, rumah tahanan, dan fasilitas umum lainnya.
Kota
dapat diartikan sebagai suatu tempat tinggal yang penduduknya terutama hidup
dari perniagaan (bukan pertanian). Disini, selalu ada tukar menukar barang di
tempat pemukiman. Dengan kata lain, adanya pasar merupakan komponen penting dari
penghidupan penduduk sebuah kota, walaupun tidak berarti bahwa semua pasar
dapat mengubah lokasi yang ada pasarnya menjadi kota. Oleh karena itu, istilah
Kota di sini berarti tempat pasar (Sartono Kartodirdjo).
Apabila
ditinjau dari segi sosial, kota juga dapat diartikan sebagai “sekelompok orang dalam jumlah tertentu yang
secara komulatif hanya mempunyai hubungan yang rasional, ekonomis, bersifat
individual, dan sering terjadi lebih bebas dalam memilih hubungan sendiri”
(Marbun, 1979: hal. 22-23). Kota juga diartikan sebagai “sebuah tempat yang sering digunakan sebagai tempat kedudukan
lembaga-lembaga birokrasi, pasar, dan kegiatan-kegiatan yang berhubungan dengan
aktivitas pemerintahan”.
Dari
berbagai batasan di atas, terdapat satu elemen penting yang sama, yakni kota
itu terdiri atas sekelompok rumah dimana rumah yang satu terpisah dari rumah
lainnya, yang merupakan tempat kediaman yang relatif tertutup. Walaupun tidak
semuanya, biasanya rumah di kota-kota didirikan saling berdekatan bahkan
berhimpitan. Dengan demikian, elemen kelompok itu terkandung dalam konsep
sehari-hari mengenai kota, sehingga kota adalah lokalitas yang luas (Kartodirdjo,
1977:13).
Apabila
ditinjau dari jumlah penduduk ternyata tidak ada kepastian. The state bureau of the census
menentukan jumlah 2.500 orang. PBB mengisyaratkan 100.000 jiwa untuk syarat
jumlah penduduk sebuah kota. Di negara Belanda, batas untuk dapat dikatakan
Kota yaitu 20.000 orang atau lebih, demikian pula di India, Belgia, dan Yunani.
Untuk Meksiko, Amerika Serikat, dan Venezuela 2.500 orang. Portugal dan
Checozlovakia batasnya 2.000 orang ke atas. Irlandia 1.500 orang ke atas,
Selandia Baru 1.000 orang ke atas. Yang paling kecil adalah Islandia yaitu
hanya 300 orang ke atas.
Beragam
jumlah penduduk yang dipersyaratkan di atas untuk menentukan sebuah kota dapat
dibagi dalam beberapa kelas, yaitu Kota yang penduduknya kurang dari 20.000
digolongkan sebagai kota kecil; kota dengan jumlah penduduk antara 20.000
sampai dengan 100.000 digolongkan sebagai kota sedang, dan kota dengan jumlah
penduduknya di atas 100.000 disebut kota besar (Bintarto, 1984: hal. 38-40).
Ternyata,
dari sisi kepadatan penduduknya, memang tidak ada suatu standar yang sama
mengenai jumlah minimum populasi penduduk yang dapat digunakan untuk
mengklasifikasikan pemukiman tersebut sebagai sebuah kota. Analisa berdasarkan
jumlah penduduk saja tidak cukup kuat untuk menentukan apakah sebuah wilayah
adalah sebuah kota atau tidak.
Pandangan
yang sedikit berbeda dikemukakan oleh J.H. Goode. Ia mengatakan bahwa sejumlah
ciri yang dipandang juga sangat menentukan watak khas tata kehidupan sebuah
kota, yaitu : (1) Adanya peranan yang cukup besar yang dipegang oleh sektor
sekunder (industri) dan sektor tersier (jasa) dalam kehidupan ekonominya; (2) Jumlah
penduduk yang relatif besar; (3) Heterogenitas susunan penduduk; dan (4)
Kepadatan penduduk yang relatif tinggi (S. Menno, Mustamin Alwi, 1991: 24-25).
Louis
Wirth dalam karangannya yang berjudul “Urbanism
as a way of live” yang dikutip oleh Schoorl (1980) mendefinisikan kota
sebagai suatu “relatifely large, dense,
and permanent setlement of socially heterogenous individuals” (suatu
pemukiman permanen yang cukup besar dan padat dari indvidu-individu yang
beranekaragam yang saling berinteraksi sosial).
Dari
semua definisi kota di atas, tampak bahwa untuk merumuskan definisi kota yang
lengkap dan dapat diterima oleh semua orang, lebih-lebih sebagai pangkal tolak
untuk mempelajari aspek-aspek sosial masyarakat kota dalam sejarah tidaklah
mudah.Walaupun demikian, dari definisi-definisi yang ada, dapat ditemukan
adanya kesamaan unsur-unsur penting tentang konsep sebuah kota, yaitu dari segi
fisik : adanya rumah atau bangunan yang letaknya berdekatan, ada tempat
perdagangan (pasar), ada diverensiasi kerja atau spesialisasi (tidak
mengandalkan bidang pertanian saja), adanya golongan terpelajar, mempunyai
sarana dan prasarana publik, serta jumlah penduduk yang relatif banyak dan juga
padat. Disamping itu, juga ditemukan adanya budaya atau arus urbanisasi
(perpindahan penduduk) dari wilayah disekitarnya (desa) ke wilayah pemukiman
tersebut.
Timbul dan Berkembangnya Kota
Terdapat
beberapa teori yang dapat dijadikan pedoman dalam mengungkapkan saat timbul dan
tumbuhnya suatu kota.
Pertama,
teori yang dikemukakan oleh Gideon Sjoberg. Menurut Gideon, syarat mutlak
timbulnya kota yakni memiliki basis ekologi yang memadai, adanya teknologi yang maju, serta
adanya kompleksitas organisasi sosial terutama struktur kekuasaan yang cukup maju.
Munculnya berbagai kelompok atau kategori yang sifatnya khusus seperti golongan
terpelajar dapat dipandang sebagai titik awal gejala kota. Jadi tumbuhnya kota
disini berhubungan erat dengan tampilnya golongan spesialis non agraris dan
golongan yang berpendidikan (Sjoberg, 1965 : 25-31). Keadaan semacam ini
mendorong munculnya pembagian kerja tertentu yang menjadi ciri kota.
Kedua,
teori yang dikemukakan oleh J.H. Goode, bahwa perkembangan kota dapat dipandang
sebagai fungsi dari faktor jumlah penduduk, penguasaan alam lingkungan,
kemajuan teknologi, dan kemajuan dalam organisasi sosial (Menno dan Mustamin
Alwi, 1992: 18).
Kedua
teori diatas menunjukan bahwa, kota atau pusat urban baru, akan berkembang
apabila ada jumlah penduduk yang cukup besar untuk mendukung kegiatan-kegiatan
kota itu sendiri. Mereka juga sudah harus mampu menguasai sumber-sumber daya
alam dan sekelilingnya, sehingga sanggup memanfatkannya untuk kemakmuran dan
kesejahteraan masyarakatnya. Dalam bidang teknologi, adanya inovasi dan invensi
sehingga mampu mendorong kemajuan dalam bidang teknologi dan ilmu pengetahuan
untuk mempertahankan hidup dan meningkatkan kesejahteraan mereka. Disamping
itu, sudah mesti ada kemampuan untuk mengorganisasikan kehidupan mereka dalam
kelompok-kelompok ke arah yang lebih maju. Dari teori-teori yang dikemukakan di
atas, terlihat keduanya saling melengkapi dan ada relevansinya satu dengan
lainnya. Dengan demikian, walaupun tidak seluruhnya dapat digunakan, namun
dapat dipakai sebagai pedoman dalam memahami syarat muncul dan mulai
berkembangnya sebuah kota.
(dari
: “Sejarah
Kota Ende”, yang disajikan dalam Seminar Sejarah Kota Ende, pada
tanggal 09 Agustus 2004 di gedung Ine Pare, Ende – Flores).
Lanjut Ke :
Bagian Kedua : Awal Pemukiman di Ende;
Bagian Ketiga : Keadaan Ende Pada Awal Abad XX;
Bagian Keempat : Ciri-Ciri Kota Ende di Awal Abad XX;
Bagian Kelima : Peran Strategis Ende;
Bagian Keenam : Peristiwa-Peristiwa Penting di Ende di Awal Abad XX.
===========